Kanker Saluran Pernapasan  

Posted in

Kanker Nasofaring, diduga disebabkan oleh ikan asin
dan makanan awetan

Ibu Debby, wanita etnis tionghoa, 40 tahun, bagaikan
menerima sekarung bom nuklir. Begitu mendengar
diagnosa dokter, wanita enerjik yang mempunyai 3 orang
anak tersebut terkulai lemas di ruang praktek dokter.
Sonny, putera satu-satunya yang menemani ibu, terlihat
berusaha menenangkan ibunya. Dokter memvonis Debby,
mengidap kanker nasofarink (KNF). Bukan istilah
nasofaring -yang belum diketahui apa artinya- yang
membuatnya terkejut, tetapi istilah kanker di depan
kata nasofaring itulah penyebabnya.
Ibu Debby tidak percaya sewaktu dijelaskan dokter,
bahwa gejala-gejala yang dulunya dianggap sepele
seperti telinga kirinya sering berdengung adalah
tanda-tanda awal kanker nasofaring ini. Menurut Ibu
Debby, mana mungkin gejala sekecil dan tidak terlalu
mengganggu itu, bisa merupakan tanda dari suatu
penyakit yang menakutkan, kanker. Tapi itulah kanker
nasofaring. 
Menurut informasi yang diperoleh, di Indonesia, tidak
seperti Ibu Debby, sebagian besar penderita (90%),
datang ke tempat praktek dokter pada saat kanker
nasofaring sudah berada dalam stadium III, yaitu
setelah didapati benjolan -yang tidak nyeri- pada
daerah leher/rahangnya.


Anatomi
Nasofaring ialah salah satu bagian dari faring. Faring
atau tekak, adalah saluran yang terletak antara rongga
hidung serta rongga mulut dan kerongkongan. Dari
gambar, bisa dilihat bahwa faring itu terbagi atas
nasofaring (yang berhubungan dengan hidung atau
nasal), orofaring (yang berhubungan dengan mulut atau
oral) serta laringofaring (yang berhubungan dengan
laring atau pangkal tenggorok). Kanker nasofaring
(KNF) adalah kanker yang berada dalam daerah
nasofaring. 
Berbeda dengan kanker payudara yang mudah terlihat dan
teraba, maupun dengan kanker serviks/leher rahim, yang
sukar terlihat tapi mudah teraba, KNF ini sukar
terlihat maupun sukar teraba. Dalam arti, jika tidak
awas, kemungkinan bisa luput dari pemeriksaan dokter
pada awalnya.


Kekerapan
Kurang lebih, lima dari 100.000 penduduk Indonesia
adalah pengidap KNF. Kanker nasofaring masuk dalam
kelompok lima besar tumor ganas yang sering dijumpai
di Indonesia, bersama-sama dengan kanker payudara,
leher rahim, paru dan kulit. Kanker ini ditemukan dua
kali lebih banyak pada pria dibandingkan wanita. Di
Indonesia perbandingan jumlah penderita etnis tionghoa
3 kali lebih sering dibandingkan etnis melayu. Usia
penderita, sebagian besar (60%) berkisar antara 25
sampai 60 tahun.
Meskipun usia harapan hidup 5 tahun dari pengidap KNF
-menurutkepustakaan- 50%, namun angka kematian kanker
ini di Indonesia cukup tinggi. Hal ini disebabkan
sebagian besar penderita datang dalam stadium lanjut
dan berbeda dengan di negara-negara Asia lainnya
(Cina, dll.), di Indonesia, deteksi dini secara massal
belum umum dilakukan. Seperti biasa, alasannya karena
masih banyak hal-hal yang lebih 'penting' yang perlu
dipikirkan daripada memikirkan kanker yang tidak
terlihat dan sukar terdeteksi ini. Deteksi
visualnyapun mesti menggunakan alat dan ketrampilan
khusus.

Gambaran klinis
Seperti yang diungkapkan di atas, penderita kanker
nasofaring biasanya datang dan terdeteksi dalam
stadium lanjut. Gejala-gejala awal sering tidak
disadari baik oleh pasien maupun oleh dokter sendiri. 
Gejala-gejala yang dimaksud adalah:

a. Gejala hidung
Gejala pada hidung merupakan gejala dini kanker
nasofaring, akan tetapi gejala ini tidak khas. karena
dapat dijumpai pada penyakit infeksi biasa seperti
rinitis kronis maupun sinusitis. Gejala yang dimaksud
dapat berupa:
- sumbatan hidung. Hal ini bersifat menetap akibat
pertumbuhan tumor ke dalam rongga nasofaring. Gejala
menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai
gangguan penciuman dan adanya ingus yang kental
- mimisan. Perdarahan timbul berulang-ulang, jumlahnya
sedikit, bercampur ingus sehingga berwarna merah jambu
atau terdapat garis-garis darah halus.

Kecurigaan besar terhadap kanker nasofaring jika:
- menderita pilek lama lebih dari satu bulan, usia di
atas 40 tahun, dan tidak didapati adanya kelainan lain
pada hidung
- menderita pilek lama, ingus kental berbau dan
terdapat garis-garis darah tanpa kelainan hidung dan
sinus paranasal (dekat hidung)
- penderita usia di atas 40 tahun dengan riwayat
sering mimisan yang tidak jelas penyebabnya

b. Gejala telinga
Bisa ditemukan gangguan pendengaran (kurang/sukar
mendengar), rasa penuh di telinga, seperti ada cairan,
dan telinga berdenging (umumnya satu sisi saja).
Gejala yang merupakan gejala dini ini, harus
diperhatikan serius terutama jika gejala ini menetap
atau hilang timbul tanpa penyebab yang jelas.

c. Pembesaran kelenjar leher
Gejala ini paling sering ditemukan dan membawa
penderita berkonsultasi ke dokter. Sebagian besar
penderita datang berobat dengan keluhan pembesaran
kelenjar leher baik sesisi maupun kedua sisi. Pada
saat ini sebenarnya kanker tersebut telah menyebar.
Benjolan ini, teraba keras dan tidak nyeri.

Gejala-gejala berat
Gejala-gejala yang disebutkan di atas mungkin masih
tidak diperhatikan penderita, karena meskipun sudah
ada benjolan namun kalau tidak sakit biasanya
dibiarkan saja, apalagi hanya mimisan atau hidung
berbau.
Tapi selanjutnya gejala kanker nasofaring akan membuat
gangguan pada penglihatan, kelumpuhan otot-otot
kelopak mata sehingga tidak bisa membuka mata secara
normal, dan pandangan menjadi ganda. Bisa juga terjadi
nyeri kepala hebat.
Jika telah mengenai saraf daerah mulut, maka bisa
terjadi kesulitan dan nyeri menelan, tidak bisa
bersuara,  dll. Secara tidak langsung hal-hal ini
mengakibatkan kondisi fisik dan sosial penderita akan
menurun secara drastis.

Gejala-gejala yang lebih berat
Yang paling berat, adalah jika melalui darah dan
aliran limfe sel-sel kanker menyebar (metastase)
mengenai organ tubuh yang letaknya jauh seperti
tulang, paru dan hati. Gejala yang timbul adalah
sesuai dengan gejala akibat kerusakan organ-organ
tersebut. Apabila didapati gejala penyerta seperti
nyeri tulang, sesak, asites, dll., umumnya merupakan
tanda suatu penyakit yang sukar diobati lagi.
Pengobatan yang dilakukan hanya bersifat meringankan
penderita baik semasa hidup maupun meninggalnya.


Penyebab
Infeksi dari virus Epstein Barr memegang peranan
penting dalam timbulknya kanker nasofaring ini. Virus
ini dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di
orofaring, nasofaring, kelenjar parotis dan kelenjar
ludah tanpa menimbulkan gejala. Untuk mengaktifkan
virus ini dibutuhkan suatu mediator.
Kebiasaan mengkonsumsi ikan asin dalam waktu lama
secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak
merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus
ini untuk segera menimbulkan kanker nasofaring.

Makanan yang diawetkan
Beberapa faktor lain yang dianggap berpengaruh menjadi
mediator untuk timbulnya kanker nasofaring adalah
makanan yang diawetkan dan nitrosamin. Penelitian yang
dilakukan di Hongkong pada tahun 1986 menyebutkan
bahwa dari 250 penderita kanker nasofaring di bawah
usia 35 tahun, sebagian besar ternyata mengkonsumsi
ikan asin sejak usia di bawah 10 tahun. Penelitian di
Singapura pada tahun 1994 juga menemukan kekerapan
kanker nasofaring yang tinggi pada masyarakat etnis
tionghoa yang banyak mengkonsumsi makanan yang
diasinkan. Pada etnis tionghoa yang banyak
mengkonsumsi sayuran segar dan vitamin angka kejadian
ini ternyata rendah. Faktor-faktor lain yang diduga
turut berperan adalah konsumsi tauco dan daging asap.

Faktor sosial ekonomi, lingkungan dan kebiasaan hidup
Udara yang penuh asap di rumah-rumah dengan ventilasi
kurang baik di Cina, Indonesia dan Kenya juga
meningkatkan insiden kanker nasofaring. Pembakaran
dupa, obat nyamuk bakar di rumah-rumah juga dianggap
berperan dalam menimbulkan kanker ini. 

Radang kronis di nasofaring
Dengan adanya radang menahun di daerah nasofaring,
maka mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadap
karsinogen penyebab kanker nasofaring.

Ras dan keturunan
Kekerapan tertinggi di dunia ternyata diketahui pada
ras Tionghoa, baik di daerah asal maupun di
perantauan. Ras Melayu yaitu di Malaysia dan Indonesia
berada di urutan ke dua. Ras Kaukasus jarang menderita
penyakit ini.

Cara dokter mengetahui
Sebaiknya jika seorang dokter umum menemukan
kasus-kasus berisiko tinggi (etnik tionghoa, usia 40
tahun ke atas, pria, dengan pilek-pilek lama atau
mimisan yang hilang timbul, dengan atau tanpa
pembesaran kelenjar di daerah rahang/leher), bisa
mengkonsultasikan ke dokter spesialis Telinga Hidung
Tenggorokan.
Foto rontgen konvensional dapat memberikan gambaran
jaringan lunak pada nasofaring atau erosi tulang dasar
tengkorak dan tulang belakang daerah leher
(cervikalis) penderita kanker nasofaring stadium
lanjut. Sedangkan pada stadium dini lesi minimal
dengan pemeriksaan radiologik biasa, tidak dapat
terdeteksi.

Saat ini pemeriksaan CT Scan dan MRI sangat membantu
dalam membuat diagnosa dini kanker nasofaring.
Pemeriksaan ini sekaligus untuk mengetahui perluasan
tumor dan ini diperlukan untuk penentuan stadium
penyakit.

Tidak perlu dibiopsi
Perkembangan ilmu kedokteran berkembang setiap saat.
Jika dulu biopsi dianggap sebagai salah satu cara
untuk mengetahui adanya KNF, saat ini tidak lagi
rupanya. Angka negatif palsu yang tinggi disertai
kemungkinan bisa mempercepat penyebarannya
(metastase), menyebabkan cara ini (biopsi) sudah
ditinggalkan. Seandainya dibutuhkan pemeriksaan
jaringan, yang dilakukan adalah dengan sistem aspirasi
jarum halus.


Screening massal
Pemeriksaan secara massal bisa dilakukan dengan
pemeriksaan di laboratorium (serologi) yaitu untuk
mendeteksi adanya antibodi IgA untuk virus Epstein
Barr. Titer IgA anti VCA sangat sensitif untuk kanker
nasofaring tetapi kurang spesifik. Sebaliknya IgA anti
EA sangat spesifik untuk kanker nasofaring tetapi
kurang sensitif. Pemeriksaan ini juga berguna untuk
mengevaluasi penderita pasca pengobatan untuk
mengetahui kemungkinan berulangnya kanker tersebut.
Pada daerah endemik (seperti di Cina) pemeriksaan ini
menjadi petunjuk bagi dokter untuk merujuk penderita
ke RS yang mempunyai fasilitas pemeriksaan lebih
lanjut.

Pengobatan
Kanker nasofaring bersifat radiosensitif. Umumnya
penanganan KNF adalah dengan penyinaran dan pemberian
obat kanker. Tindakan operasi jarang diperlukan,
apalagi secara anatomis rongga nasofaring sulit
dijangkau dan sangat berdekatan dengan struktur vital
seperti dasar tengkorak, otak, mata dan arteri besar
(karotis interna). Semuanya ini menyulitkan tindakan
pembedahan. 
Namun bukan berarti tanpa operasi, tidak ada
persoalan. Pemberian terapi penyinaran dan obat-obatan
bisa menimbulkan permasalahan tersendiri. Efek yang
bisa ditimbulkan pada penderita adalah mual, muntah.
Sering terjadi radang mukosa mulut yang menimbulkan
gejala seperti mulut kering dan timbul luka-luka,
kecil. Bisa juga terjadi karies pada gigi, gangguan
pendengaran, kesukaran membuka mulut, dll., pada tahap
lanjut.
Bagaimanapun mencegah lebih baik daripada mengobati.

(dirangkum dari pelbagai sumber yang dibawakan oleh: A
Harryanto Reksodiputro, Averdi Roezin, Aswaldi  A,
Indriani, dkk.)


This entry was posted at 03.28 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar