Terminologi obat herbal cukup populer dalam beberapa tahun terakhir.  Kondisi ini bisa jadi dipicu oleh mahalnya harga obat sintetis dan  ketakutan masyarakat terhadap bahaya efek sampingnya.
Opini itu tumbuh seiring dengan kecenderungan gaya hidup yang mulai  kembali ke produk-produk alami. Di berbagai negara, hal ini dikenal  sebagai “gelombang hijau baru” atau dalam bahasa Inggrisnya adalah new  green wave. Gerakan ini berupaya menggunakan kembali bahan-bahan yang  didapat dari alam.
Selain derita yang ringan, banyak orang menunggu pengembangan obat  herbal sebagai alternatif untuk penanganan penyakit mematikan semacam  kanker. Apalagi hingga kini belum ditemukan obat spesifik yang bisa  menghentikan perkembangan sel kanker pada tubuh pasien. Nah, guna  menakar besarnya manfaat terapi obat herbal, khususnya untuk kanker,  diperlukan segudang studi untuk menelusurinya.
Di Indonesia, menurut Ketua Umum Perhimpunan Peneliti Bahan Alam Dr  Maksum Radji, belum banyak yang meneliti khasiat obat herbal secara in vivo  (langsung kepada pasien kanker) manusia. Namun, secara sektoral, Rumah  Sakit Kanker Dharmais, Jakarta, dan Rumah Sakit Dokter Sutomo, Surabaya, telah memulainya.
“Di kedua rumah sakit itu, beberapa pasien sudah menggunakan obat herbal,” ujar Maksum seusai jumpa media acara Simposium Penelitian Bahan Obat Alami XIV yang bertajuk “Pendayagunaan Produk Bahan Alami dalam Mengatasi Kanker” di Auditorium  BPPT, Jakarta, pekan silam. Secara formal, ditambahkan Maksum, tata  laksana dari Departemen Kesehatan masih tetap memakai obat sintetis,  kemoterapi, dan penerapan teknologi kanker modern. Nah, menurut Maksum,  obat herbal diharapkan bisa mendampingi kemoterapi dan satu sama lain  saling mendukung.
Menurut hematologis dan internis RS Kanker Dharmais, Profesor Dr dr  Arry Harryanto Reksodiputro, SpPD-KHOM, obat herbal cukup efektif untuk  meningkatkan imunitas tubuh pasien kanker. Pernyataannya itu didasari  oleh studi yang dilakukannya kepada 15 pasien kanker nasofaring di RS  Dharmais selama satu tahun terakhir.
Dalam studinya itu, Arry memakai jenis obat herbal yang berasal dari  ekstrak obat herbal Cina bernama tien-hsien liquid. Obat ini berisi  beragam kandungan, di antaranya Cordyceps sinensis, Oldenlandia diffusae, Indigo pulverata levis, dan Polyporus umbellatus.
Studi ini dilakukan terhadap pasien kanker nasofaring yang telah  menjalani terapi kemoterapi atau radiasi. Hasilnya, pemberian obat  herbal itu selama empat pekan bisa meningkatkan imunitas pasien kanker  yang biasanya menurun akibat kemoterapi ataupun radiasi. “Obat herbal di  Cina rata-rata meningkatkan fungsi-fungsi sel darah yang berperan dalam  respons imun,” ujar Arry kepada Tempo seusai menyampaikan presentasinya  yang berjudul “Uji Klinik Obat Herbal dalam Terapi Kanker”.
Menurut dia, sebagian besar obat herbal tidak mempunyai efek membunuh  sel kanker secara langsung–berbeda dengan obat sintetis, yang langsung  menyerang sel kanker. “Obat herbal itu bersifat suportif, seperti  menimbulkan nafsu makan, menghilangkan rasa sakit, membuat orang tidak  lemas lagi, dan meningkatkan daya tahan tubuh,” ujarnya. Dia  menjelaskan, penelitiannya ini masih bersifat preliminary study atau  baru evaluasi pendahuluan. Untuk melihat secara holistik, harus lebih  banyak lagi studi yang mesti dilakukan kepada pasien kanker. Demikian  pernyataan dokter berkacamata itu.
Dalam simposium itu juga dipertunjukkan ratusan hasil studi ilmiah  para peneliti, di antaranya studi yang dilakukan Ratih Hardika Pratama  dan kawan-kawan dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada,  Yogyakarta. Ratih serta rekan-rekannya meneliti efek sitotoksik  (memperlemah sel kanker) pada ekstrak etanolik daun awar-awar terhadap  sel kanker kolon dan serviks. Ekstrak etanolik daun awar-awar mengandung  alkaloid fenantroindolisidin, yang terbukti memiliki aktivitas  sitotoksik terhadap sel kanker.
Berdasarkan hasil uji sitoksisitas, didapati bahwa perlakuan ekstrak  etanolik daun awar-awar selama 24 jam dapat menghambat pertumbuhan sel  kanker, baik di kolon maupun leher rahim. Efek ini meningkat seiring  dengan peningkatan dosisnya. Hasil ini telah menunjukkan bahwa ekstrak  tersebut berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen kemopreventif pada  kanker kolon dan leher rahim.
Menurut Maksum, ada sekitar 300 peserta dari berbagai institusi penelitian,  perguruan tinggi, klinisi, dan kalangan industri dalam simposium yang  digelar selama dua hari itu. Kemudian sekitar 130 paper ilmiah  dipresentasikan, yang mencakup bidang seperti bioteknologi, teknologi  farmasi, mikrobiologi, dan fitokimia. Studi-studi itu memang kebanyakan  baru sebatas penelitian secara in-vitro (tidak diuji coba langsung pada tubuh manusia).
Lebih dalam, dari 1.056 jenis bahan aktif obat-obatan herbal di  Indonesia, baru 2 persen di antaranya lolos sertifikasi Departemen  Kesehatan. Contoh bahan herbal yang sudah menjadi fitofarmaka (obat  tradisional yang sudah memenuhi syarat untuk dipakai di poliklinik dan  rumah sakit) adalah Stimuno–nama merek dagang yang mendapatkan  sertifikat fitofarmaka dari BPOM pada 2005. Nama tanamannya adalah Phyllanthus niruri. Tanaman ini sudah diteliti pada hewan uji coba sampai ke manusia.
Ke depan, bukan tidak mungkin ada interaksi antara obat herbal dan  modern. Atau sebaliknya, obat herbal malah memperkuat efek dari  kemoterapi. Adapun obat herbal masih perlu sinkronisasi dari penelitian di batas in vitro ke penelitian in vivo. Yang, menurut Maksum, masih menjadi kendala adalah perhitungan dosisnya. “Permasalahannya, bagaimana cara memindahkan hasil penelitian dari hewan ke manusia,” ucapnya.
Formula Antikanker
1. Sebagai sitostatika (memperlemah sel kanker).
Tapak dara (leukemia), sambiloto,  keladi tikus (payudara dan serviks), cakar ayam (serviks serta  payudara), kunyit (payudara), temu putih (serviks), kunyit putih, dan  mahkota dewa (leukemia serta serviks).
2.Sebagai imunostimulan (meningkatkan daya tahan tubuh).
Echinaceae, meniran, pegagan, sambiloto, dan temu putih.
3. Sebagai antiinflamasi (mengurangi peradangan).
Kunyit, temu putih, kunyit putih, dan sambiloto.
4. Sebagai analgesik (mengurangi sakit).
Kencur.
						This entry was posted
						
						at 08.32
						and is filed under  
						
Search pengobatan herba;
						. You can follow any responses to this entry through the 
comments feed
.
					
Kanker Nasofaring
- Alat Tes Kanker Nasofaring yang Praktis Murah dari UGM
 - Asa Baru untuk Kanker Nasofaring
 - Ayat Alkitab mengenai kanker Imamat 11:1-47
 - Bahaya Mengkonsumsi Ikan Asin Picu Kanker Nasofaring
 - Deteksi Dini Kanker ''Nasofaring''
 - Gejala
 - Gejala Kanker Nasofaring Mirip Flu Biasa
 - Hindari dan Obati
 - Inilah Gejala dan Penyebab Kanker THT (Nasofaring)
 - KANKER NASOFARING (kanker no 1 di bidang THT)
 - Kanker Nasofaring
 - Kanker Nasofaring (Faktor resiko
 - Kanker Nasofaring Minim Gejala
 - Kanker Nasofaring: Kenali
 - Kanker Saluran Pernapasan
 - Kanker nasofaring2
 - Karsinoma Nasofaring Penyebab Kematian Nomor Tiga
 - Karsinoma nasofaring
 - Kebanyakan Ikan Asin Bisa Kanker Nasofaring
 - Kesaksian Kanker Nasofaring
 - Kupas Tuntas Kanker Nasofaring
 - MAKANAN SEBAGAI OBAT ALAMI
 - MENGENAL PENYAKIT KANKER NASOFARING
 - Mencari Tau Kanker NasofaringPenyakit
 - Merokok dapat menyebabkan kanker nasofaring
 - Pembunuh Nomor Empat
 - Pemeriksaan dan Pencegahan Kanker Nasofaring)
 - Presentase untuk bertahan hidup KANKER NASOFARING (Karsinoma Nasofaring)
 - Pria Rentan Kanker Nasofaring
 - Sulit Dideteksi
 - Waspadai Gejala Kanker Nasofaring
 - kanker nasofaring dr. asrul sani
 
Contributors
Diberdayakan oleh Blogger.
Total Tayangan Halaman
Nasopharyngeal
- Nasopharyngeal Cancer
 - Nasopharyngeal Cancer Treatment - General Information About Nasopharyngeal Cancer
 - Nasopharyngeal cancer is a disease in which malignant (cancer) cells form in the tissues of the nasopharynx
 - Nasopharyngeal carcinoma or NPC
 - Recurrent Nasopharyngeal Cancer
 - Stage I Nasopharyngeal Cancer
 - Stage II Nasopharyngeal Cancer
 - What Is Nasopharyngeal Cancer?
 - information is about cancer of the nasopharynx (nasopharyngeal cancer)